Saturday, March 15, 2014

Basuki: Jokowi Tidak Serakah

TRIBUNNEWS/HERUDIN


Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo bersama Wakil Gubernur, Basuki Tjahaja Purnama (kiri) saat memimpin rapat dengan kepala satuan kerja perangkat daerah, di Balaikota, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2012). Jokowi-Basuki melakukan rapat pertama usai dilantik untuk mengetahui program kerja dan kerja apa yang sudah dilakukan para kepala SKPD DKI Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tak sependapat dengan beragam cemooh yang menyebut Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai orang serakah dan tidak amanah. Cemooh itu muncul menyusul pernyataan Jokowi, Jumat (14/3/2014), bahwa dia telah mendapat mandat dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk menjadi calon presiden partai itu dan dia menyatakan siap.

Cemooh tersebut merujuk pula catatan bahwa masih ada 3,5 tahun masa jabatan Jokowi sebagai Gubernur DKI. Terlebih lagi, saat maju menjadi Gubernur Ibu Kota, Jokowi pun meninggalkan kursi Wali Kota Surakarta yang masih separuh jalan meski di periode kedua jabatan.

"Yang penting rakyat mengerti, kami pergi bukan karena serakah, tapi karena mengemban tugas," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Jumat. Dia pun bercerita masa-masa menjelang Pemilu Gubernur DKI Jakarta. Menurut dia, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto sangat berambisi menjadikan Jokowi sebagai calon gubernur DKI dan bahkan sudah menyiapkan alternatif skenario bila PDI-P, yang adalah partai Jokowi, menolak pencalonan itu.

Namun, kata Basuki, saat itu Jokowi menolak rencana tersebut. Menurut Basuki, Jokowi mengatakan tak akan maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta tanpa restu dari PDI-P. "Pak Jokowi selalu percaya, rumah besar nasionalis kaum marhaen yang bisa mewujudkan keadilan sosial itu PDI Perjuangan. Itu yang ada di otaknya Pak Jokowi," ujar dia.

"Jadi, apa pun perintah partai, perintah itu akan mewujudkan keadilan sosial. Jadi, apa pun yang diperintahkan, dia akan siap, termasuk diperintah menjadi calon presiden. Karena (pencalonan) itu untuk kebaikan," imbuh Basuki. Dia pun berpendapat banyak persoalan di Jakarta tak akan selesai bila Jokowi tetap hanya menjadi gubernur DKI.

Basuki lalu membandingkan situasi tersebut dengan yang dia alami. Seperti halnya Jokowi, dia juga sering tak menuntaskan masa jabatan. Misalnya, dia hanya menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur selama tujuh bulan untuk kemudian menjadi Bupati Belitung Timur selama 16 bulan, sebelum menjadi calon gubernur Bangka Belitung, lalu melaju ke Pilkada DKI Jakarta. 

Namun, kata Basuki, warga Belitung Timur tidak pernah keberatan dengan langkah yang dia tempuh itu. Bahkan, ujar dia, warga Belitung Timur mendukung upayanya untuk maju sebagai calon gubernur Bangka Belitung. 

"Ketika saya berhenti jadi bupati untuk jadi calon gubernur (Bangka Belitung), kenapa rakyat mengerti dan mendukung saya? Karena saya harus membuat yang lebih baik untuk Provinsi Bangka Belitung, dan itu tidak bisa saya lakukan jika hanya jadi bupati," kata Basuki.

"Kalau saya terus jadi bupati, saya hanya menipu masyarakat karena saya hanya memperpanjang karier politik saya. (Bisa saja) saya lebih baik terus jadi bupati sampai 10 tahun, lalu dari umur 50-60 jadi gubernur, umur 62 ikut pemilu untuk jadi DPR (yang) kalau terpilih nanti sampai umur 67. Terus kalau sudah malas jalan jadi DPD mungkin sampai umur 72. (Kalau pakai pikiran itu) lebih baik saya mengatur seperti itu saja supaya saya selalu dipelihara negara seumur hidup saya," papar Basuki.

Wednesday, March 12, 2014

Satgas Antirokok Sidak di Kantor Jokowi

JAKARTA, KOMPAS.com — Satuan Petugas Pengawas Kawasan Dilarang Merokok melakukan inspeksi mendadak sejumlah titik di kawasan Balaikota Jakarta, Senin (11/3/2014) siang. Tujuan kegiatan tersebut adalah melakukan sosialisasi Peraturan Gubernur dan Peraturan Daerah tentang kawasan dilarang merokok. 

Asisten Sekretaris Daerah Bidang Kesehatan Masyarakat Bambang Sugiyono mengatakan, sosialisasi di Balaikota merupakan tahap awal sebelum nantinya kegiatan serupa akan dilakukan di area publik. 

"Gedung ini mau kita jadikan percontohan. Sementara ini, masih terus sosialisasi. Kalau tidak mempan, akan mulai kita terapkan denda," kata Bambang di Balai Wartawan Balaikota Jakarta. 

Setelah mendatangi Balai Wartawan, satgas tersebut lalu menyisir ruang-ruang perkantoran sampai lantai 22. Penyisiran dilakukan sekitar dua jam, dimulai dari pukul 12.30 hingga sekitar pukul 14.30 WIB. 

Ke depannya, kata Bambang, sosialisasi akan terus dilakukan secara rutin. Tak hanya kepada jajaran birokrat, tetapi juga kepada para anggota legislatif. "Tidak hanya kepada PNS dan wartawan, tetapi ke anggota DPRD-nya juga. Kita akan lakukan secara rutin, tapi waktunya tidak akan tetap," ujarnya. 

Perda dan pergub kawasan anti-rokok sendiri melarang aktivitas merokok di delapan lokasi, yakni di area perkantoran, pusat perbelanjaan, pusat pendidikan, pelayanan kesehatan, rumah ibadah, area bermain, angkutan umum, dan kawasan dengan aturan larangan merokok.

Basuki: Uang Pungutan di Kampung Deret Pisangan Timur Bukan Pungli

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, uang yang dimintai kepada warga Kampung Deret Pisangan Timur, Jakarta Timur, bukan merupakan pungutan liar. Hal ini berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat oleh masyarakat. Uang itu pun, kata dia, bukan untuk jasa konsultan, melainkan diberikan kepada pekerja konstruksi yang bekerja di lokasi tersebut. 

Menurut Basuki, jumlah uang yang diminta sebesar Rp 1 juta per keluarga. Uang tersebut dikumpulkan di tiap ketua RT. "Saya sudah selidiki, itu bukan konsultan yang pungli, tetapi itu atas kesepakatan semua RT. Masyarakat ngumpul, ada berita acaranya kok. Tukang-tukang kan pada nginep, jadi itu untuk uang makan mereka," kata Basuki di Balaikota DKI Jakarta, Selasa (11/3/2014). 

Dengan demikian, kata Basuki, tidak ada yang salah dari tata cara pungutan tersebut. Ia pun menilai uang tersebut sebagai hibah dari warga kepada para tukang. "Terus saya baca ada laporan warga bahwa bahan-bahannya di mark-up, ada masyarakat yang protes, itu juga saya cek tidak ada. Kalau ada pun, mereka pasti sudah berembuk," ujarnya. 

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah warga penerima program kampung deret di RW 015 Kelurahan Pisangan Timur, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, diminta membayar tip untuk konsultan kampung deret sebesar dua persen dari uang renovasi rumah yang diterima. Umumnya, warga yang takut jika dana renovasi rumah tak cair pun akhirnya memberikan tip itu. Namun, ada pula yang menolak. Akan tetapi, dengan alasan tenggang rasa dan faktor intimidasi, umumnya warga enggan mengungkapkan secara terbuka soal kutipan.

Hanya beberapa warga yang bersedia mengungkapkannya karena dana renovasi rumah yang diterima juga sangat terbatas. Warga menyebutkan bahwa sekelompok orang yang meminta itu berasal dari konsultan kampung deret di Kelurahan Pisangan Timur, yaitu PT Ambara Puspita. 

Namun, sekelompok orang itu turut dibantu ketua kelompok koordinator kampung deret yang juga warga setempat. Berdasarkan mekanisme pembangunan kampung deret yang diterapkan selama ini, uang pembangunan disalurkan langsung melalui seorang warga yang ditunjuk sebagai koordinator. Kemudian, uang tersebut dikelola sendiri oleh masyarakat.

Basuki: Keterlaluan! Kalau Enggak Mau, Kasih Busnya ke Ridwan Kamil


JAKARTA, KOMPAS.com — Saat rapat penyerahan bantuan transjakarta oleh pihak swasta, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama marah mengetahui bahwa BPKD mempersulit pihak swasta dalam memberikan bantuan kepada Pemprov DKI.

Basuki baru mengetahui bahwa tiga perusahaan, yakni Telkomsel, Ti-phone, dan Roda Mas, telah menyumbang bus sejak Agustus 2013. Namun, bus-bus tersebut baru diterima Pemprov DKI pada Maret 2014 ini, atau tertunda delapan bulan. 

"BPKD ini keterlaluan. Jangan lagi swasta dipersulit dan dibolak-balik urus berkasnya. Kalau Anda enggak mau, kasih saja semua busnya ke Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung)," kata Basuki dengan nada tinggi, di Balaikota DKI Jakarta, Selasa (11/3/2014). 

Menurut dia, Pemprov DKI sudah jauh ketinggalan dengan Pemkot Bandung. Kota Kembang sudah memiliki banyak moda transportasi massal, sedangkan Pemprov DKI masih terus hanya berwacana. 

Yang membuat Basuki semakin kesal, dia mengetahui perusahaan penyumbang bus yang akan dijadikan transjakarta itu dikenai pajak reklame karena ada iklan di badan bus. "Sudah dipersulit administrasi, dikenakan pajak juga," kata dia.

Kekesalan Basuki merembet ke Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang memilih bus-bus dari China daripada menerima bus berbahan bakar solar sumbangan dari tiga perusahaan itu. Ia mengatakan, di Pemprov DKI masih banyak pejabat yang bertindak seenaknya. 

"Jangankan surat bapak (swasta), surat saya saja suka dimain-mainin sama BPKD," ujarnya kesal. 

Seharusnya, kata dia, jika ada perusahaan ingin menyumbang bus, langsung diterima dan tidak dipersulit. Sebab, Pemprov DKI Jakarta sedang membutuhkan bus yang banyak untuk menambah moda transportasi Ibu Kota. 

Sebenarnya, Basuki sudah menginstruksikan hal ini sejak lama kepada para satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Namun, tak ada yang menanggapinya. Begitu ada perusahaan yang menyumbang, seharusnya hal itu langsung diterima tanpa administrasi yang rumit. 

"Seharusnya DKI tidak menolak sumbangan bus ini karena kita kekurangan bus. Kita malah mengoperasikan bus jelek dari China," kata Basuki.

"Ada yang Mau Jatuhkan Pak Jokowi Melalui Saya... "

JAKARTA, KOMPAS.com — MBP, pria yang disebut-sebut dekat dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, membantah kabar yang menyebutkan bahwa ia terlibat dalam proyek pengadaan bus dari China. Ia mengaku tak memilliki kapasitas untuk memengaruhi kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Provinsi DKI. 

Ia menduga, isu tersebut diembuskan oleh pihak-pihak yang ingin menjatuhkan reputasi Jokowi dan partainya, PDI Perjuangan. "Kapasitas saya sejauh apa sih kok bisa memengaruhi dinas. Saya ini jualan pasir, kok ya bisa beli bus. Saya menduga ada yang mau menjatuhkan Pak Jokowi dan PDI-P melalui saya," kata MBP saat dihubungi, Selasa (11/3/2014). 

Meski demikian, MBP tak membantah bahwa ia pernah memberi masukan kepada jajaran Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Namun, ia menolak disebut ikut serta pergi ke pabrik Ankai di China. "Kalau kontribusi positif kan tidak masalah. Saya juga WNI. Tapi saya tidak ikut ke China. Saya bahasa Inggris saja tidak bisa, bisa kesasar nanti. Bisa dicek paspor saya," ujarnya. 

Lebih lanjut, MBP mengakui bahwa ia memang dekat dengan Jokowi. "Aku bangga sebagai temannya. Tapi ketemu saja jarang. Hampir tidak pernah," tukasnya. 

MBP merupakan pria asal Solo yang disebut-sebut sebuah media massa nasional sebagai anggota tim kampanye Jokowi-Basuki pada Pilkada Jakarta 2012. Ia diduga terlibat dalam proyek pengadaan bus yang diduga merugikan negara sebesar Rp 53 miliar itu. 

Sebelumnya, Boy Sadikin, Ketua Tim Kampanye Jokowi-Basuki yang juga Ketua DPD PDI-P DKI Jakarta, membantah jika MBP dikatakan sebagai anggota tim kampanye Jokowi-Basuki dalam Pilkada Jakarta 2012. Selain itu, tim sukses Jokowi-Basuki telah membubarkan diri sejak 20 September 2012, tepatnya saat Jokowi dan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2013-2017. 

"Tim kampanye itu dari PDI-P dan Gerindra. Setahu saya, di tim kampanye tidak ada nama MBP. Kalau ada nama MBP, itu urusan pribadi, tidak ada urusannya sama tim kampanye," kata Boy di Kantor Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta. 

Boy menegaskan, tidak ada anggota tim kampanye yang meminta-minta proyek kepada Jokowi. Kalaupun ada orang yang mengaku-ngaku sebagai anggota, Boy lebih menyebut ini sebagai keteledoran pihak satuan kerja perangkat daerah (SKPD). 

"Bodohnya SKPD kalau ada yang ngaku tim Jokowi, lalu cari kerja di proyek-proyek DKI. Memangnya kalau bawa foto saja langsung bisa," ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu.

Marahi Pejabat PNS DKI, Basuki Gebrak Meja 3 Kali


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kembali naik pitam terhadap pejabat Pemprov DKI Jakarta saat memimpin sebuah rapat. Penyebabnya adalah rumitnya birokrasi dan administrasi jika swasta ingin menyumbang sesuatu dan memasang iklan di dalamnya. 

Saat memasuki ruang rapat, tanpa basa-basi, Basuki langsung bicara dengan nada tinggi dan seolah memarahi para pejabat DKI yang berada di samping kirinya. 

"Di mana salahnya mau menyumbang bus, terus ditolak, dan mesti bayar pajak reklamenya? Mungkin DKI memang sengaja mau batalkan dan lebih suka nyolong-nyolong dari tender," kata Basuki dengan nada tinggi, di Balaikota Jakarta, Selasa (11/3/2014). 

Pertemuan ini beragendakan serah terima 30 bus sedang dari beberapa perusahaan swasta kepada Pemprov DKI. Selain menyumbang transjakarta, pihak swasta hanya menginginkan memasang reklame di bus tersebut. Hanya, Pemprov DKI menarik pajak reklame dari bantuan tersebut. 

Basuki tidak sepakat dengan peraturan tersebut. Menurut dia, seharusnya perusahaan yang menyumbang transjakarta dibebaskan untuk memasang reklame. Muka Basuki memerah karena terus mengeluarkan pernyataan dengan nada yang tinggi karena heran. Berulang kali Basuki mengangkat telunjuknya ke arah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Endang Widjajanti, Kepala Dinas Pelayanan Pajak Iwan Setiawandi, Kepala Biro Hukum Sri Rahayu, dan Asisten Sekda bidang Pembangunan Wiriyatmoko. 

"Mereka ini menyumbang, lho. Aku enggak mengerti, orang maunyumbang bus, pakai duit dia, kenapa mereka mesti bayar pajak iklan juga?" tekan Basuki sambil menggebrak meja yang cukup mengagetkan para peserta rapat. 

Basuki tak habis pikir mengapa BPKD mempersulit pihak swasta dengan birokrasi yang rumit. Pihak swasta diharuskan mengurus berkas berulang kali ke BPKD. Kemudian, Basuki bertanya kepada Pargaulan Butar-Butar, Kepala Unit Pengelola Transjakarta. Dengan nada tinggi, Basuki bertanya apakah Jakarta saat ini tidak membutuhkan transjakarta? 

Butar-Butar kemudian mengangguk tanda mengiyakan bahwa Jakarta membutuhkan transjakarta. Basuki juga heran mengapa DKI lebih memilih untuk mengoperasikan transjakarta yang memiliki komponen yang tidak sesuai, daripada menerima sumbangan bus dari swasta. 

Kemudian, Kepala BPKD Endang Widjajanti menyanggah pernyataan Basuki. Endang memiliki alasan mengapa pihaknya menarik pajak reklame di tubuh bus. Menurut dia, apabila DKI tidak menarik pajak, maka negara akan mengalami kerugian. 

Mendengar itu, Basuki kembali menggebrak meja. "Merugikan negara di mana? Kasih saya hitungannya, enggak masuk akal itu. Benar-benar BPKD ini keterlaluan. BPKD brengsek, udah bajingan ini," ujar Basuki lagi sambil kembali menggebrak meja.

Hibah Bus Dibuat Ribet, BTP Kesal

Ahok.Org - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama marah saat memimpin rapat penandatangan kerja sama penyediaan armada bus Transjakarta di Balaikota, Selasa (11/3) sore. Kemarahan Basuki sangat beralasan.
Sebab, tiga perusahaan besar yakni Telkomsel, Triphone Mobile Indonesia dan Rodamas yang berkeinginan menyumbang sebanyak 30 bus justru dipungut pajak reklame.
“Aku sudah benci caranya begini. Orang mau sumbang bus, malah masih disuruh bayar pajak. Kita ini kan dikasih orang,” ujar Basuki di Balaikota, Selasa (11/3).
Dikatakan Basuki, proses hibah yang berbelit – belit  mengakibatkan ketiga perusahaan swasta ini berencana mengurungkan niat untuk memberi bantuan 30 bus kepada Pemprov DKI. Padahal, Pemprov DKI seharusnya bersyukur karena telah diberikan tambahan puluhan bus oleh pihak swasta. “Ini gimana caranya. Lama-lama saya paranoid ini sama orang Pemprov DKI karena dipersulit. Sudah mau disumbang tapi malah mau dikasih pajak. Ini saya heran,” katanya.
Menurut Basuki, Pemprov DKI tidak perlu lagi menagih pajak reklame kepada ketiga perusahaan yang berkeinginan memuat iklan di dalam maupun di luar badan  bus yang akan dihibahkan tersebut.
Sementara itu, salah satu perwakilan perusahaan yang ingin menyumbang puluhan bus tersebut, Weno juga mempertanyakan salah satu klausul kesepakatan bersama yang mewajibkan pemberi hibah memakai jasa konsultan dalam urusan hibah bus tersebut. “Kita beli dari ATPM langsung, kok masih pakai jasa konsultan lagi. Anehnya lagi, kenapa surat perjanjian kerja sama yang saya terima kok berbeda dengan Pemprov DKI. Ada apa ini?,” ungkapnya
Mendengar informasi tersebut, kemarahan mantan Bupati Belitung Timur kian memuncak. “Kita bakal terima hibah puluhan bus merek Hino, bukan beli bus berkarat yang nggak punya merek dari Cina sana, kok sulit banget. Ini sudah nggak benar,” katanya seraya meninggalkan ruang rapat.
Pertemuan pun akhirnya dilanjutkan oleh Plt Sekretaris Daerah (Sekda) DKI, Wiriatmoko. Sekadar diketahui rapat tersebut dihadiri pula, Kepala Dinas Pelayanan Pajak Iwan Setiawandi, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Endang Widjajanti, Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Sri Rahayu, Kepala UP Transjakarta Pargaulan Butar Butar.
Seperti diketahui, sebanyak 30 unit bus tersebut diperoleh dari hibah tiga perusahaan yang berkomitmen membantu Pemprov DKI dalam menambah transportasi massal. Seharusnya, proses hibah puluhan bus rampung akhir 2013 lalu. Namun, hingga saat ini proses hibah tidak bisa berjalan karena ketiga perusahaan diwajibkan membayar pajak karena memasang iklan di dalam maupun di luar badan bus. [Beritajakarta]

“Kontrak Pengelolaan Air di Jakarta Lucu dan Konyol”

Ahok.Org – Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama menyebut kontrak pengelolaan air di Jakarta pada masa lalu sebagai sesuatu yang lucu dan konyol.
Hal itulah yang mendasari Pemerintah Provinsi DKI untuk tidak memaksimalkan peran BUMD yang bergerak di bidang pengelolaan air minum, PT PAM Jaya, dalam rencana pengambilalihan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
Untuk informasi, rencana pengambilalihan Palyja nantinya akan dilakukan oleh dua BUMD yang tidak bergerak di bidang tersebut, yakni PT Pembangunan Jaya yang bergerak di bidang konstruksi dan PT Jakarta Propertindo yang membawahi bidang properti.
“Kenapa tidak PAM? Kalau PAM yang ambil kena denda Rp 4,5 triliun. Lucu kan? Jadi ada perjanjian lama yang konyol, masa PAM kalau mau ambil alih mesti bayar Rp 4,5 triliun?” kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (11/3/2014).
“Kalau Jakarta Propertindo dan Pembagunan Jaya tidak kena denda, B to B, jadi deal business to business. Kan lucu. Kalau dengan PAM terikat kontrak. Makanya ini dunia aneh tetapi nyata,” katanya lagi.
Menurut Basuki, selama ini perjanjian kerja sama dengan pihak swasta lebih banyak merugikan Pemprov DKI Jakarta karena perjanjian tersebut tak bisa diputuskan secara sepihak. Selain itu, tak ada ketentuan sanksi.
Karena itu, kata dia, banyak keuntungan yang bisa diperoleh dari pengambilalihan tersebut. Yang paling utama tentu saja kewenangan penuh dari Pemerintah Provinsi DKI dalam mengatur pengelolaan air demi meningkatkan pelayanan ke masyarakat.
“Kalau direktur macam-macam bisa kita pecat. Lebih mudah pecat direktur daripada pecat PNS,” ujarnya.
Menurut rencana, PT Pembangunan Jaya dan PT Jakarta Propertindo akan mengakuisisi saham Palyja dari kepemilikan Astratel dan Suez Environment. PT Pembangunan Jaya akan membeli sebanyak 51 persen saham Suez Environment, sedangkan PT Jakarta Propertindo mengakuisisi 49 persen saham Astratel. [Kompas.com]
Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama menyebut kontrak pengelolaan air di Jakarta pada masa lalu sebagai sesuatu yang lucu dan konyol.
Hal itulah yang mendasari Pemerintah Provinsi DKI untuk tidak memaksimalkan peran BUMD yang bergerak di bidang pengelolaan air minum, PT PAM Jaya, dalam rencana pengambilalihan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
Untuk informasi, rencana pengambilalihan Palyja nantinya akan dilakukan oleh dua BUMD yang tidak bergerak di bidang tersebut, yakni PT Pembangunan Jaya yang bergerak di bidang konstruksi dan PT Jakarta Propertindo yang membawahi bidang properti.
“Kenapa tidak PAM? Kalau PAM yang ambil kena denda Rp 4,5 triliun. Lucu kan? Jadi ada perjanjian lama yang konyol, masa PAM kalau mau ambil alih mesti bayar Rp 4,5 triliun?” kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (11/3/2014).
“Kalau Jakarta Propertindo dan Pembagunan Jaya tidak kena denda, B to B, jadi deal business to business. Kan lucu. Kalau dengan PAM terikat kontrak. Makanya ini dunia aneh tetapi nyata,” katanya lagi.
Menurut Basuki, selama ini perjanjian kerja sama dengan pihak swasta lebih banyak merugikan Pemprov DKI Jakarta karena perjanjian tersebut tak bisa diputuskan secara sepihak. Selain itu, tak ada ketentuan sanksi.
Karena itu, kata dia, banyak keuntungan yang bisa diperoleh dari pengambilalihan tersebut. Yang paling utama tentu saja kewenangan penuh dari Pemerintah Provinsi DKI dalam mengatur pengelolaan air demi meningkatkan pelayanan ke masyarakat.
“Kalau direktur macam-macam bisa kita pecat. Lebih mudah pecat direktur daripada pecat PNS,” ujarnya.
Menurut rencana, PT Pembangunan Jaya dan PT Jakarta Propertindo akan mengakuisisi saham Palyja dari kepemilikan Astratel dan Suez Environment. PT Pembangunan Jaya akan membeli sebanyak 51 persen saham Suez Environment, sedangkan PT Jakarta Propertindo mengakuisisi 49 persen saham Astratel.

Basuki Minta Anas Effendi Tak Lagi Ketiduran

Ahok.Org – Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menitipkan empat wilayah kepada Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi yang baru dilantik pada Selasa (11/3/2014). Anas harus memberi perhatian khusus ke empat lokasi tersebut.
“Saya titip Pak Anas untuk memberi perhatian revitalisasi Kota Tua, Tambora, Kalijodo, dan rumah pemotongan hewan (RPH) babi di Kapuk,” kata Jokowi di Kantor Wali Kota Jakarta Barat, Puri Kembangan, Jakarta, Selasa ini.
Jokowi meminta Anas mencari solusi terkait lokasi pemotongan hewan. Menurut Jokowi, lokasi itu tidak layak untuk dijadikan RPH, terutama babi. Sebab, hasil pembuangan pemotongan hewan itu dapat mencemarkan lingkungan sekitar.
Pada kesempatan tersebut, Jokowi juga membantah telah mengistimewakan pelantikan Anas Effendi karena melantiknya di ballroom Kantor Wali Kota Jakbar. Padahal pelantikan wali kota-wali kota sebelumnya dilakukan di perkampungan kumuh atau di tempat terbuka.
Lebih lanjut, Jokowi melihat Anas memiliki semangat untuk memperbaiki segala kesalahannya terdahulu saat menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Selatan. Oleh karena itu, ia memercayai Anas dapat memegang janjinya.
“Memang harus jauh lebih baik dari yang sebelumnya. Janjinya itu,” ujar Jokowi.
Sebelumnya diberitakan, pengangkatan Anas Effendi sebagai Wali Kota Jakarta Barat dinilai cukup mengejutkan. Sebab, pejabat eselon II ini tak jarang mendapat sorotan publik akibat kinerjanya yang kurang baik.
Bahkan Gubernur Jokowi pernah mencopot Anas dari Wali Kota Jakarta Selatan dan merotasinya menjadi Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) DKI. Saat pelantikannya menjadi Kepala BPAD DKI, Anas bahkan tidak menghadiri acara penting tersebut.
Saat ditelusuri, Anas beralasan ada kegiatan yang jauh lebih penting dibandingkan dengan menghadiri pelantikan.
Selang beberapa pekan kemudian, awak media menangkap basah Anas sedang pulas tertidur di sidang paripurna DPRD DKI. Dia tertidur sepanjang Gubernur Jokowi menyampaikan pandangannya tentang RAPBD DKI.
Anas mengakui perbuatannya, dan ia beralasan semalaman menonton pertandingan bola Liga Champions. [Kompas.com]

My Blog List